Potret Dekadensi Karakter Bangsa


senin . 20 maret 2012

Maraknya tawuran, kasus bullying, dan fenomena kriminalitas di sekolah-sekolah hingga perguruan tinggi, menimbulkan sebuah tanda tanya besar akan realisasi fungsi Pendidikan Nasional, sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003. Pendidikan Nasional yang pada hakikatnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, ternyata berbanding terbalik dengan berbagai realitas yang ada.

Kasus siswa-siswi cacat moral seperti siswi married by accident, aksi pornografi, kasus narkoba, plagiarisme dalam ujian, Bukan hanya terbatas pada peserta didik, lembaga-lembaga pendidikan maupun instansi pemerintahan yang notabene diduduki oleh orang-orang penyandang gelar akademis, pun tak luput terjangkiti virus dekadensi moral. Hasil survei Transparency International yang merupakan organisasi internasional anti korupsi menyebutkan bahwa kepolisian, peradilan, dan parlemen, masih menududuki skor tertinggi dalam nilai indeks korupsi.

Ketiga lembaga tersebut tentunya diduduki oleh orang-orang yang berlatar pendidikan memadai. Senada dengan TI, hasil riset tahun 2004, Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan adanya indikasi pola korupsi yang melibatkan kepala sekolah bersama komite sekolah, dan pejabat di lingkungan Dinas Pendidikan.

Masyarakat Indonesia seperti kehilangan prinsip dan nation dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, konsep Bhenika Tunggal Ika sudah mulai luntur dari jiwa-jiwa generasi sekarang. Akan tetapi semua proses yang terjadi saat ini boleh jadi memberikan pendidikan yang berarti bagi masyarakat Indonesia dalam mencari jati diri. Menurut Sarjono Djatiman, bangsa Indonesia baru dalam proses menjadi Indonesia. Pada masa lalu, para pendiri bangsa ini melakukan proses menjadi Indonesia dimulai dari para elite dengan proses sukarela.


Masing-masing menyatakan dirinya lalu mencari unsur-unsur yang bisa dipakai sebagai pangkal tolak nation Indonesia. Nation Indonesia dibangun atas dasar prinsip ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan keadilan. Inilah yang menjadi harapan pendiri bangsa untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang memiliki jati diri.

Jika Pendiri bangsa ini (the founding fathers) masih sempat menyaksikan kondisi bangsa saat ini tentu mereka akan sangat sedih dan menyesal. Bangsa Indonesia yang merdeka dengan mengorbankan segenap harta, jiwa dan raga harus menjadi bangsa yang tidak memiliki karakter (izzah), dan kehilangan prinsip kebangsaan.

0 komentar:

Posting Komentar