fenomena pemuda di tengah masyarakat


senin . 20 03 2012
Pepatah lama yang mengatakan "buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya". Memang pembenaran akan hal itu sudah berlangsung lama di tengah kehidupan masyarakat kita selama ini. Tetapi kita juga telah lama melupakan hal yang jauh lebih penting dari itu semua. Bahwa buah yang tumbuh harus di jaga dan di rawat sejak ia berbentuk putik, diberi pupuk, diberi obat-obatan anti serangga dan di bungkus ketika buah mulai berbentuk. Kemudian ketika buah siap untuk di panen, haruslah di petik dengan cara yang benar. Agar tidak terjadi kerusakan pada buah tersebut dan kemudian buah yang akan tumbuh berikutnya memiliki tempat yang masih cukup baik untuk tumbuh dan berkembang. Demikian pula dengan generasi muda kita yang sedang dalam proses tumbuh kembang, mereka tidak bisa di biarkan menjalaninya seorang diri. Mereka butuh figur yang berkarakter baik agar dapa dijadikan panutan, sehingga perkembangan dan proses pembentukan jati dirinya tidak melenceng kearah yang tidak baik. Akan halnya didalam sebuah organisasi kepemudaan, kader (generasi penerus) haruslah diperhatikan. Pengkaderan merupakan salah satu jawaban konkrit dalam penerapan solusi bagi konsistensi dan eksistensi organisasi kepemudaan. Untuk itu, dibutuhkan individu-individu yang memiliki komitmen kuat dan rumusan pola perkaderan serta dukungan seluruh anggota organisasi dengan melibatkan elemen internal dan eksternal (baca : masyarakat awam) dalam menjalankan serta mewariskan tujuan mulianya. Sehingga anggota-anggota baru memiliki pemahaman yang sama dalam menyikapi dan memandang tujuan didirikannya organisasi kepemudaan.

Akan tetapi sangat disayangkan, akhir-akhir ini banyak masyarakat Indonesia yang salah menafsirkan kata “pemuda” sebagai generasi penerus bangsa dalam kehidupan bermasyarakat di Negara ini. Hal ini dibuktikan dengan fenomena organisasi kepemudaan yang semakin merosot kualitasnya. Sudah jarang terdengar kawan-kawan muda yang berasal dari kalangan elite intelektual mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah. Dan sulit mencari forum-forum diskusi ilmiah di kalangan pemuda (mahasiswa) yang membahas kebutuhan rakyat kecil yang semakin tertindas oleh kebijakan-kebijakan sepihak yang dibuat oleh "oknum" pelayan rakyat yang sudah mengabaikan sumpahnya ketika masuk kedalam sistem abdi negara.

Ironisnya lagi, banyak organisasi kepemudaan yang pengurusnya sudah bukan pemuda lagi (baca: tua) dan kurang produktif dalam menjalankan amanah organisasi yang diembannya selaku pengurus organisasi. Padahal amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2009 tentang kepemudaan sudah dengan sangat jelas menerangkan dan memberikan batasan usia bagi kegiatan yang berhubungan dengan Pemuda atau Kepemudaan di Negara kita ini.

Entah sengaja ataupun tidak, pemerintah (eksekutif) selaku pelaksana jalannya pemerintahan di Negara ini seolah tutup mata dan tidak mau ambil tahu tentang permasalahan yang sudah semakin kronis ini. Demikian pula dengan wakil rakyat kita (legislatif), mereka terkesan tidak perduli dan lambat dalam menanggapi fenomena kronis yang telah berjangkit dikalangan pemuda saat ini. Entah harus dengan penulisan redaksi yang bagaimana lagi agar dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat, bahwa yang namanya pemuda di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini adalah Warga Negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun.

Pasca disyahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan, seharusnya pemerintah egera melakukan kontrol yang ketat terhadap segala aktivitas yang mengatasnamakan pemuda atau kegiatan kepemudaan. Alangkah sangat disayangkan jika Anggaran Belanja untuk Pembinaan Kepemudaan cenderung diselewengkan untuk hal-hal yang tidak penting melalui kegiatan “organisasi kepemudaan abal-abal” yaitu organisasi yang menggunakan kata "pemuda" sebagai identitas organisasinya. Sementara pengurusnya orang-orang tua yang merasa muda.

Kemerdekaan bangsa Indonesia yang direbut dengan darah pejuang tentu harus diisi dengan pembangunan segenap lapisan masyarakat, termasuk pemuda. Agar bangsa Indonesia dapat tumbuh sebagai bangsa yang kuat serta mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di kancah pergaulan internasional dan tidak kembali terjajah. Bung Karno, presiden pertama kita, pernah berpesan, bahwa "penjajahan akan terus ada di muka bumi dalam berbagai bentuk imperialisme baru. Mulai dari imperialisme ekonomi, imperialisme politik, hingga imperialisme budaya. Bangsa yang kuat akan cenderung menjajah bangsa yang lemah dan negara yang lemah akan cenderung takluk dalam genggaman negara adikuasa".

Dalam menghadapi berbagai bentuk imperialisme baru, memandirikan bangsa agar tetap dapat terus berdiri sama tegak dan sama tinggi (sederajat) dengan bangsa-bangsa lain di dunia adalah cara yang mungkin untuk dilakukan. Hal itu adalah bentuk perjuangan nyata di era kemerdekaan seperti sekarang ini. Bukan lagi dengan senjata tetapi dengan keunggulan dan kemampuan bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Pemuda adalah harapan masa depan bangsa, kata-kata tersebut tentunya bukan sekedar retorika untuk melebih-lebihkan peran pemuda. Sebab ditangan pemudalah masa depan bangsa berada. Ketika para pemegang tampuk pemerintahan kelak pensiun, ketika para eksekutif dan profesional kelak uzur, ketika para entrepreneur kelak menjadi tua, ketika para pemuka adat sudah tidak lagi sanggup mengingat perjalanan sejarah, ketika guru sudah tidak sanggup lagi melihat huruf-huruf yang terangkai didalam sebuah buku. Maka pemudalah yang nantinya akan menggantikan mereka.

kami tidak lagi bisa berkata, kau lah sekarang yang berkata
teruskan, teruskan jiwa kami…
(chairil anwar)

Oleh karena itu, selayaknya pemerintah dan segenap unsur masyarakat di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini secara bersama-sama dan bergandengan tangan memberikan perhatian dalam pembinaan dan pengawasan generasi muda kita sesuai dengan semangat Pancasila yang dibalut oleh toleransi "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai pengakuan pluralisme dalam kehidupan bangsa kita.

Memang, memberikan pemahaman yang baik pada generasi muda dalam masyarakat yang plural saat ini merupakan hal yang berat. Tetapi bukankah lebih baik jika kita berusaha keras terlebih dahulu daripada berkeluh kesah akan hal yang belum terbukti kebenarannya. Mengutip sebuah kata motivasi dari bangsa Korea "aku lebih suka jika kau berharap pada suatu hal yang mustahil untuk didapatkan dan memimpikan hal yang tidak bisa kau raih". Dari kata yang terangkai dalam kalimat tersebut, kita diajak untuk tetap menjaga dan memelihara impian yang harus tetap ada di dalam hati sanubari. Agar kita senantiasa termotivasi untuk melakukan hal-hal baru guna mencapai kemajuan dalam kehidupan bermasyarakat di tengah bangsa kita yang besar ini. Sehingga pengorbanan pendahulu kita yang telah bersusah payah memerdekakan kita dari penjajahan bangsa asing dan mendirikan (NKRI) tidak hampa.***
oleh : Cris Topan, Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Batam, Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Kepemudaan

0 komentar:

Posting Komentar